Jumat, 15 November 2019


MANAJEMEN PEMASARAN ERA REVOLUSI INDUSTRI 4
STUDI KASUS DOMINO’S PIZZA






Disusun Oleh : Elia Dwi Astuti
(12216298)
3EA31


UNIVERSITAS GUNADARMA
2019/2020



PENDAHULUAN 


A.   PROFIL SINGKAT DOMINO'S PIZZA
Kita tentu mengenal salah satu merek restoran pizza cepat saji paling terkenal di dunia adalah Dominos Pizza (DP). Restoran Dominos Pizza kini memiliki tak kurang dari 9.000 toko ritel yang tersebar di sekitar 60 negara.
Resto piza semula bernama "DomiNicks Pizza" ini didirikan oleh Monaghan bersaudara tahun 1960. Berubah nama jadi "Domino" mulai 1965. Dominos Pizza berkantor pusat di kota dingin Ann Arbor, Michigan, Amerika Serikat (AS).

B.    LATAR BELAKANG
Selama puluhan tahun lanskap bisnis rantai pizza global stabil. Pizza Hut disebut sebagai penguasa  pasar terbesar di seluruh dunia, dengan hampir 14.000 outlet. Merek yang sejak awal berekspansi dengan cepat – itu dikenal sebagai merek yang pertama dalam pengantarkan produk dalam ruang. Pizza Hut adalah merek yang pertama mengantarkan makanan ke Gedung Putih. Sederhananya, Pizza Hut adalah raja pizza.
Tetapi kini tetapi tidak lagi. Setelah meluncurkan Yum!, Pizza Hut mengalami penurunan tajam pada 2017. Pesaing yang sebelumnya goyah keluar dari bawah bayangannya. Awal tahun ini, Domino's Pizza - yang sudah lama diunggulkan di industri menjadi perusahaan pizza terbesar di dunia mengalahkan Pizza Hut, setelah menghasilkan $ 12,3 miliar pendapatan global yang keren.
Bagaimana Donimo bisa mengalahkan Pizza Hut? Transformasi digital yang dilakukan Domino secara konsisten menyempurnakan praktik pemasaran digital. Tidak seperti pesaingnya, Domino fokus dalam menciptakan teknologi baru. Mereka juga  mengembangkan iklan yang menarik dan menonjol untuk membangun hubungan dengan pelanggannya.


Identifikasi Masalah


1. Sejak berdiri pada 1960, Domino’s Pizza tak pernah berinovasi dengan menambahkan menu lain. Hanya pizza dengan 11 topping pilihan dan minuman soda. Baru pada 1989, Domino’s Pizza menambahkan variasi makanan dan minuman pada menu restorannya. 
2.Berdasarkan hasil eksperimen  beberapa  grouppada 2009, masalah utama Domino’s Pizza adalah rasa dan kualitas piza yang hambar, dan keras layaknya menggigit kertas karton. Selain itu, slogan delivered in 30 minutes or less dianggap klise tanpa arti.
3.Sebelum memasuki era digital banyak orang yang memesan melalui telepon. Secara bisnis, ini memang tidak bagus karena pelanggan hanya bisa menghabiskan sedikit uang ketika memesan melalui telepon saat mereka menyortir menu. Berbeda ketika secara online, pelanggan dapat menyortir menu lebih banyak karena mengetahui banyak varian menu dan menambahkan item ke keranjang mereka.
4.Semua pesanan digital berjalan melalui sistem konvensional sehingga pemegang waralaba tidak dapat menekan biaya transaksi dan sulit memberikan insight bagi Domino tentang pelanggan mereka.
5.Kurangnya kepercayaan terhadap Dominos Pizza sehingga kalah dengan kompetitor lainnya seperti Pizza Hut yang bertahun-tahun menguasai pangsa pizza

Penyelesaian Masalah

Kini Dominos Pizza telah bermetamorfosis. Apa saja kebaruannya? Resep, pelayanan, pengiriman, dan komunikasi era digital yang jitu, termasuk manajemen krisis yang legendaris dalam studi kasus digital public relations (PR). Berikut beberapa penyelesaian masalah yang dilakukan Domino’s Pizza yang dihadapi diera digital:
  • Doyle memulai kampanye "Pizza Turnaround" yang sepak terjangnya direkam dalam bentuk film dokumenter, dan disiarkan di situs mini http://pizzaturnaround.com.
  • Domino's Pizza melatih para trainer sebagai pakar resep-resep yang kelak disebarkan ke para franchisee di seluruh dunia. Dengan keseragaman cita rasa berkualitas tinggi dan bahan baku premium, DP mengembalikan kepercayaan konsumen.
  • Delivery 30 menit juga dijalankan dengan semangat dan kejujuran yang terukur. Konsumen pun kembali mempercayai servis dan komitmen pelayanan. Waktu 30 menit cukup pendek, mengingat proses pembakaran pizza terkadang butuh waktu waktu 25 hingga 30 menit.
  • Pesan-pesan Domino’s Pizza akan resep baru nan lezat, waktu delivery lebih tepat, dan pelayanan premium disampaikan serentak dan seragam di berbagai media online, offline, cetak, televisi, radio, dan toko retail. Bahkan kampanye "show us your pizza" dan tagline "oh yes we did" meramaikan media sosial bergaransi uang kembali bila mutu dan waktu delivery tak tercapai.
  •  Pada 2015, Domino meluncurkan kendaraan pengiriman kustom dengan oven pemanas yang disebut DXP (kependekan dari “Delivery Expert”). Hanya ada 150 kendaraan DXP di jalan. Akan tetapi, promosi ini menghasilkan buzz dan berkontribusi pada 30% kontrol Domino dari pasar pengiriman pizza. "Kami pikir orang-orang melihat itu dan berkata 'Wow. Bagaimana kerennya itu?' ... Biarkan aku menelepon Domino, '" kata Weiner.
  • The Domino's DXP bukanlah kendaraan biasa. Itu adalah kendaraan pertama dari jenisnya, yang bertujuan merevolusi pengiriman pizza. DXP memiliki sejumlah fitur khusus, termasuk kapasitas 80-pizza, oven pemanasan yang dapat dibuka dengan sentuhan fob kunci dan lampu yang memproyeksikan logo Domino di tanah.
  • Tetapi tidak banyak orang yang memesan melalui telepon. Lebih dari 60% penjualan Domino datang melalui saluran digital. Secara bisnis, ini memang bagus karena pelanggan bisa menghabiskan lebih banyak uang secara online daripada melalui telepon saat mereka menyortir menu dan menambahkan item ke keranjang mereka.
  • Semua pesanan digital berjalan melalui sistem operasi kustomise Domino, yang membantu pemegang waralaba menekan biaya transaksi dan memberikan insight bagi Domino tentang pelanggan mereka. Database itu kini memiliki 15 juta data pengguna aktif. Keunggulan kompetitif itu digunakan Domino  untuk membuat program hadiah sebagai bukti kesetiaan pada tahun 2015.
  • Itu juga membantu Domino mengembangkan cara-cara baru untuk pemesanan, termasuk mengirim pesanan pizza melalui Alexa, Google Home, Twitter, Facebook, Slack, Apple Watch, Smart TV, dan mobil Ford. Domino juga menguji drone dan pengiriman robot di luar negeri dan bermitra dengan Ford pada pengiriman self-driving.
  • Sementara banyak perusahaan beralih ke asisten AI untuk memfasilitasi dukungan pelanggan dan pemesanan melalui Facebook atau platform lain, Domino lebih awal melakukan dibandingkan yang lain. Pada tahun 2014, Domino meluncurkan asisten 'Dom' untuk layanan pesanan pelanggan melalui telepon. Sejak itu juga telah berubah menjadi chatbot yang memungkinkan pelanggan memsan menu yang diminatinya.
  • Dalam beberapa kasus, tidak hanya gangguan digital yang datang ke berbagai industri melalui ekonomi pasar bebas, itu juga sedang diberlakukan. Menurut CEO Domino’s Pizza, J. Patrick Doyle, semua layanan dan pesanan pada akhirnya dilakukan secara digital dengan memanfaatkan kecerdasan buata (artificial intelligence), baik melalui aplikasi, asisten telepon, atau melalui teknologi di dalam toko. Momentum radikal dan maju ini telah membantu banyak merek mendahului para pesaingnya, dan menjadikannya sebagai raja di industrinya.


Strategi Supply Chain Domino’s Pizza
“Mana Pesanan Saya?”. Domino’s Pizza memulai dari pertanyaan yang sangat umum dilontarkan oleh pelanggan yang memesan pizza lewat delivery. Mereka menyulapnya menjadi strategi supply chain yang mampu meredakan kegelisahan pelanggan. Online Domino’s Pizza di Amerika Serikat memiliki layanan “Domino’s Tracker”, yang memungkinkan pelanggan mengetahui langkah proses dari pizza yang mereka pesan. Langkah-langkah tersebut adalah: Order Placed, Prep Pizza, Bake Pizza, QC Pizza, hingga Delivery.
Mengapa Domino’s memutuskan untuk menyediakan Tracker? Karena mereka memahami keuntungan jika pelanggan mengetahui proses “manufaktur” pizza yang pelanggan pesan:
  • Pelanggan akan merasa tenang ketika mengetahui pipeline proses dari pizza yang mereka pesan.
  • Ketika pelanggan mengetahui pipeline proses yang mereka pesan, Domino’s akan lebih sedikit menerima telepon yang menanyakan “Mana pesanan saya?”. Ini akan mengurangi biaya operasional Domino’s.
  • Domino’s Tracker menunjukkan komitmen perusahaan untuk transparansi.
  • Domino’s Tracker memberikan kesenangan tersendiri bagi pelanggan.
Memperbaharui Sesuatu yang Lama
Domino’s Pizza mengambil inspirasi dari pertanyaan yang selama bertahun-tahun membombardir mereka dan menyulapnya menjadi kesempatan untuk melakukan improvement. Tidak hanya itu, Domino’s Tracker menyediakan 5 pertanyaan survey “Help us Get Better”, kata-kata yang disebut Abilla sederhana namun menarik. Survey tersebut tersaji sedemikian rupa sehingga pelanggan merasa ingin menjawabnya. Berikut langkah-langkah surveynya:
  • Setelah pelanggan memberi rating untuk jawaban pertama, mereka akan menemukan kata-kata menarik, yaitu “We want your ordering experience to rock. How was it?”
  • Lalu Domino’s berusaha untuk menangkap pengalaman pelanggan ketika mengalami proses end-to-end pemesanan pizza, dengan mengajukan pertanyaan, “Our goal is exceptional delivery. How was your delivery experience? Can you let us know after your order arrives?”
  • Berikutnya pertanyaan mengenai kualitas rasa dan pengalaman secara keseluruhan.
Mengapa survey ini menjadi sesuatu yang hebat? Pertama, karena interaktifnya, dan pertanyaan-pertanyaannya diajukan pada saat transaksi (ketika pengalaman memesan pizza masih segar di pikiran pelanggan). Banyak survey kepuasan pelanggan yang diadakan jauh setelah pengalaman menerima barang atau jasa, sehingga ingatan pelanggan mungkin tidak segar lagi.
Lalu mengapa pelanggan merasa ingin mengisi survey? Alasan utamanya adalah kemudahan. Pertanyaanya sederhana dan cara menjawabnya-pun mudah. Ini menunjukkan penghargaan akan waktu pelanggan, yang sangat sesuai dengan prinsip delivery yang ditawarkan Domino’s.
Yang mengejutkan, hasil survey Domino’s Tracker terpampang jelas di New York Times Square. Ini merupakan langkah paling jujur dan berani yang diambil Domino’s, berkaitan dengan komitmen mereka kepada transparansi. Semua testimoni baik dan buruk akan terpampang disana, untuk disaksikan oleh publik. Mungkin inilah cara Domino’s memotivasi diri sendiri dalam usaha melakukan improvement di sisi operasionalnya.

Keberhasilan dan Perkembangan Domino’s Pizza


Keberhasilan Domino's bisa dijelaskan dalam beberapa tahap salah satunya yaitu tahap transformasi, Domino's meletakkan dasar-dasar transformasinya. Ketika benyak industri masuk ke seluler, Domino's masuk dengan pendekatan mobile-first. Mereka membangun hubungan dengan klien mobile native dan iOS kelas dunia.
Tidak hanya berhasil mendatangkan lebih dari 60 persen bisnisnya melalui saluran digital, Domino mampu meyakinkan generasi pecinta pizza - banyak dari mereka yang disebut pribumi digital - bahwa perusahaan benar-benar mampu melayani konsumen melalui teknologi seluler. Disinlah kunci keberhasilan Domino pada tahap transformasi keduanya.
Domino’s Pizza merupakan perusahaan yang sukses melakukan transformasi digital dalam konteks pasar Amerika. CIO bahkan menempatkan Domino’s Pizza, satu di antara 13 perusahaan yang sukses bertransformasi digital.

Salah satu alasan kesuksesan Domino's ialah peluncuran platform order online mereka bernama AnyWhere. Menggunakan smartphone, jam tangan pintar, hingga TV pintar, pemesanan pizza di Domino bisa dilakukan. Bahkan, platform itu kemudian memungkinkan melakukan pemesanan melalui kicauan Twitter, emoji, hingga platform suara seperti Google Home maupun Amazon Alexa.
Hasilnya, Bloomberg melaporkan harga saham Domino’s Pizza naik 75% di kuartal III 2011, padahal rivalnya Papa Johns Pizza hanya 15%.

Tahun lalu, Domino’s Pizza mencatat kinerja yang cemerlang, saham mereka mampu menggeliat di atas pertumbuhan industri retail dan makanan di AS. Pada 2018, pendapatan Domino's ditaksir menembus $3,1 miliar atau naik 10 persen dari 2017. Perusahaan jaringan terbesar kedua di dunia ini, berada di atas pemain lainnya dalam hal kapitalisasi pasar, mengalahkan Papa John's International maupun Pizza Hut.

REFERENSI :.

Kamis, 17 Oktober 2019

MANAJEMEN PEMASARAN ERA REVOLUSI INDUSTRI 4


MANAJEMEN PEMASARAN ERA REVOLUSI INDUSTRI 4
STUDI KASUS DISNEYLAND





Disusun Oleh : Elia Dwi Astuti
(12216298)
3EA31



UNIVERSITAS GUNADARMA
2019/2020

PENDAHULUAN

 

A.    PROFIL DISNEYLAND
Walter Elias Disney, adalah orang yang pertama kali membuat taman bermain Disneyland. Dia dilahirkan pada tanggal 5 Desember 1901 di Chicago. Walt Disney merupakan seorang tokoh penting yang sangat penting dibalik lahirnya karakter yang terkenal yakni Donal Bebek juga Mickey Mouse. Mickey Mouse sendiri dijadikan sebagai sebuah mascot untuk Walt Disney sendiri.
B.     DISNEYLAND PERANCIS
Disneyland Resort Paris terletak di Marne-la-Vallée, Paris. Perancis sendiri hanya memiliki 2 taman hiburan, yakni Walt Disney Studios dan Disneyland Paris. Tempat tersebut dikelola dan dimiliki oleh Euro Disney SCA sebesar 39.781% saham kepemilikannya atas The Walt Disney Company, kemudian sekitar 10% dimiliki oleh Pangeran Al Walid, serta sisanya merupakan milik berbagai pemegang saham lain. Lokasi Disneyland Perancis sendiri berada di 30 km timur Paris dan dapat anda capai dengan menggunakan mobil atau RER.
Pembangunan Disneyland Perancis dimulai pada 1988, kemudian pertama kali dibuka untuk umum pada tanggal 12 April 1992 dengan memakai nama Euro Disney. Tapi apa yang terjadi saat dibuka? Ternyata jumlah pengunjung yang mengunjungi Disneyland Perancis jauh dari apa yang diharapkan.
Salah satu kendalanya yakni terkait dengan masalah budaya. Adapun faktor yang menjadikan Disneyland Jepang jauh lebih sukses dibandingkan dengan Disneyland Prancis bisa dilihat dibawah ini : Disneyland Jepang merupakan satu dari sekian banyak Disneyland yang paling pertama didirikan di luar Amerika. Disneyland Jepang didirikan pada 15 April 1983, sehingga wajar bila Disneyland Jepang  jauh lebih sukses dari Disneyland Paris. Disneyland Jepang menyuguhkan banyak sarana untuk dicoba dan telah disesuaikan dengan selera konsumennya, seperti Pulau Petualang/Adventureland, Pulau Barat/Westernland, Bazar Dunia/World Bazaar, Kota Kartun/Toon Town, Pulau Esok/Tomorrowland, Critter Country, dan Pulau Fantasi/Fantasyland. Disneyland jepang mempunyai ikon tersendiri yakni berupa istana Cinderella. Hal itu betl-betul menarik perhatian para wisatawan lokal ataupun asing.
Disney sebagai perusahaan yang mengembangkan konsep taman hiburan dalam  bisnisnya telah berhasil meraih keuntungan di Amerika Serikat dan Jepang. Langkah selanjutnya yang dilakukan Disney adalah mencoba memasuki pasar Eropa, dalam hal ini Paris sebagai target utamanya. Mengapa Paris yang dijadikan kota yang akan dibangun taman hiburan berikutnya? Mengapa tidak memilih kota yang lain? Disney berargumen bahwa Paris dipilih karena beberapa alasan, pertama sekitar 17 juta orang eropa tinggal kurang dari dua jam perjalanan menuju Paris, dan sekitar 310 juta dapat terbang ke Paris pada waktu yang sama. Kedua, besarnya perhatian pemerintah kota paris yang menawarkan lebih dari satu milyar dollar dalam berbagai insentif, dan ekspektasi bahwa proyek ini akan menciptakan 30.000 lapangan pekerjaan.
Namun apa yang terjadi? Dalam pelaksanaannya Disney menghadapi beberapa masalah antara lain berupa boikot acara pembukaan oleh menteri kebudayaan Perancis, dan kegagalan Disney untuk memperoleh target pengunjung yang datang dan pendapatan yang diharapakan.

Identifikasi Masalah

Terjadi Disney kesalahan a sumsi terhadap selera dan pilihan dari konsumen di Perancis, Disney menyamaratakannya dengan konsumen di negara lain yang berakibat fatal pada jumlah pengunjung dan penurunan pendapatan mereka.
Disney tidak menyadari adanya perbedaan budaya yang signifikan di Perancis, Disney menganggap pola budaya perusahaan yang telah berhasil dijalankan di Amerika Serikat dan Jepang akan berhasil pula di Perancis, ternyata tidak.
Masalah awal Euro Disney difasekan menjadi 3 fase oleh para kunsultan, yaitu fase pertama dengan mengetahui permasalahan pada penelitian pertama tanpa rekomendasi apapun seperti apa yang harus dikerjakan, fase kedua untuk mengidentifikasi masalah yang paling kritis yang harus diselesaikan terlebih dahulu, dan fase ketiga dengan mengidentifikasi masalah lain yang tidak mendesak dan mengembangkan rencana tindakan. Laporan itu mengemukakan ada lima bidang utama yang kritis yang menurut mereka memberikan kontribusi pada masalah, 5 bidang utama itu adalah :

2.1. Kesombongan Manajemen
Seperti yang telau diketahui sebelumnya bahwa bangsa Prancis mempunya keyakinan akan kemampuan sendiri bahwa mereka lebih kebal terhadap budaya imperialism amerika, dan Euro Disney mtidak memberikan kesempatan bagi prancis untuk menempatkan cap mereka didalamnya, Disney juga mengimpor sistem manajemen, pengalaman, dan nilai amerika dengan gaya manajemen yang kurang sopan santun, tidak sensitive dan sering kali bersifat ingin menguasai, sehingga mendapatkan reaksi keras dari orang perancis bahkan budaya ini diberikan julukan budaya “Chernobyl” yang berakibat menurunkan moral kerja dan menurunkan pengunjung perancis.

2.2. Perbedaan Budaya / Isu Pemasaran
Perbedaan budaya antara amerika dengan Eropa, terutama perancis memberikan dampak yang tidak menguntungkan bagi Euro Disney, seperti waktu pengunjung yang datang ke Euro Disney rata rata hanya 1 hari 2 malam saja, berbeda dengan di amerika, dimana rata – rata pengunjung menginap sampai 4 hari, hal ini dikarenakan di amerika (Florida dan California) terdapat berbagai taman bermain selain Disney Land.
Kemudian budaya libur di Eropa hanya ada 1 kali libur panjang, sedangkan di amerika terdapat 4 liburan pendek, selain itu orang tua di amerika membiasakan memboloskan diri untuk mengajak anaknya berlibur, sedangkan orang tua di eropa segan melakukan hal tersebut.
Dibidang restoran anggapan bahwa orang Eropa tidak biasa makan banyak saat sarapan ternyata salah, namun masalah ini sudah di atasi dengan cara menambah meja dan bangku disaat jam sarapan.
Keputusan untuk tidak menjual minuman beralkohol juga gagal memperhitungkan bahwa alcohol sudah di anggap sebagai bagian normal sehari hari, bahkan menjadi minuman biasa disaat makan, dan kesalahan ini pun sudah diperbaiki.

2.3. Berbagai Faktor Lingkungan dan Lokasi
Iklim di Lokasi Euro Disney yang hanya 6 bulan mengalami iklim sedang dimana benar benar menyenangkan berada di luar ruangan, hal tersebut memberikan dampak yang kurang baik dimana pengelola harus memberikan potongan harga besar besaran agar ada jumlah pengunjung yang cukup, hal ini menunjukan adanya masalah yang harus dikoreksi mengingat pengelola telah memberikan fasilitas seperti tempat berteduh, saranan transportasi yang dapat memberikan kemudahan bagi pengunjung.
Kepercayaan diri bagian perencanaan awal yang terlampau besar yang beranggapan bahwa pengunjung terbanyak berada di bagian barat kota, nyatanya pertumbuhan penduduk justru mengarah kearah timur yang seharusnya Euro Disney dibangun di daerah timur, sekali lagi eksekutif Disney mengabaikan saran di tahap awal dari orang perancis.

2.4. Keuangan dan Rencana Bisnis Awal
Rencana awal yang terlau optimistic dimana hanya bergantung pada perkantoran dan hotel yang berada di sekeliling taman hiburan untuk membayar pinjaman, bukan bergantung dari taman itu sendiri
Biaya konstruksi taman yang melebihi rencana hingga menambah biaya awal yang berakibat semakin jauhnya waktu pengembalian, ditambahkan dengan tanggal jatuh tempo peminjaman pada bank pemberi kredit.
Resesi yang hebat melanda Eropa mengakibatkan penurunan dalam pasar real estate di perancis, revaluasi mata uang eropa terhadap frank prancis.
Penetapan harga yang terlampau tinggi pada Hotel ($340 yang menyamai Hotel kelas atas di perancis), biaya masuk taman, dan harga makanan yang terlampau tinggi.

2.5. Persaingan dari Taman Disney A.S.
Menguatnya mata uang perancis terhadap USD membuat banyak masyarakat Eropa mengunjungi Amerika terutama Florida karena cuaca yang hangat, ada sinar matahari sepanjang tahun, lebih banyak atraksi dan warga Eropa dapat membeli lebih banyak di amerika.

Penyelesaian Masalah

A.    Tempat  kerja
Setiap perusahaan pasti memliki goals-nya tersendiri yang harus dicapai. Perbedaan budaya yang ada pada pekerja mereka justru mereka jadikan sebagai suatu tantagan dan keuntungan sehingga diharapkan hal tersebut dapat memperkaya wawasan dan kemampuan adaptasi perusahaan ketika melakukan ekspansi ke berbagai negara.
Disney tentu harus memberi perhatian lebih mengenai hubungan perusahaan yang dibangun di atas perbedaan budaya, mulai dari pihak internal manajemen, pegawai, pemeran tokoh, bahkan hubungannya dengan konsumen atau pengunjung yang berasal dari berbagai budaya yang berbeda, di sini lah pemahaman komunikasi antarbudaya dibutuhkan dalam dunia bisnis berbasis internasional, yaitu untuk memperkecil jarak yang disebabkan oleh benturan budaya tersebut. Terutama ketika Disney baru mencoba mendirikan Disneyland di negara baru dengan budaya masyarakat yang baru pula seperti di Perancis, sebaiknya mereka juga malkukan adaptasi dengan lingkungan kerja yang berkaitan dengan konsumen langsung agar mereka dapat menerima keberadaan Disney di sana yang sesuai selera mereka (seperti yang telah dipaparkan sebelumnya).
Ada yang menarik, Disney memperkerjakan pegawainya dengan syarat dan aturan yang sangat ketat yang dijadikan sebagai budaya perusahaan, bahkan beberapa diantara diterapkan demi kepentingan toleransi berbudaya, misalnya aturan menunjuk arah harus menggunkan minimal dua jari. Disneyland memiliki aturan yang sama. Terutama anggota pemeran yang diizinkan untuk menunjukkan hal-hal untuk tamu, mereka tidak diperbolehkan untuk menggunakan satu jari. Sebaliknya mereka harus menunjuk minimal dengan dua jari atau isyarat dengan telapak terbuka. Mengapa aturan ini ada? Jika kita berpikir tentang hal itu, jutaan orang yang mengunjungi Disneyland setiap tahun, beberapa di antaranya berasal dari budaya yang berbeda. Akibatnya, bagi beberapa masyarakat menunjuk dengan satu jari dianggap kasar, sehingga Disney telah menetapkan untuk melarang setiap anggota staf melakukannya untuk alasan kesopanan.

B.     Lapisan Komunikasi Antarbudaya di Tempat Kerja
Pada lapisan budaya  organisasi,  Disneyland merupakan perusahaan yang level operasinya berada pada  tingkat  fokus  internasional dari  domestik  ke  Di mana pada awalnya perusahaan ini hanya didirikan di Amerika Serikat saja, baru kemudian melakukan ekspansi ke beberapa negara lainnya yang dianggap potensial seperti Jepang dan Perancis tanpa meninggalkan identitas mereka yang bergaya Amerika, perusahaan masih mempunyai fokus internal terhadap organisasi itu sendiri dari satu  budaya  ke  multikultural.
Pada lapisan  kelompok  kerja,  spesialisasi  kerja, keberagaman   kultural,   dan   media   elektronik   adalah   tiga   faktor   yang   mempengaruhi komunikasi  Disneyland adalah salah satu perusahaan terbesar di dunia. Menurut statistik, pada tahun 2010 saja resor di California memiliki sekitar 23.000 karyawan. Disneyland tentu membuat kualifikasi khusus bagi mereka yang ingin bekerja di dalamnya, mulai dari pemeran tokoh Disney,  staff dan sebagainya. Semua lapisan harus melakukan penyesuaian dengan budaya yang dibangun oleh Disney. Beberapa contoh budaya dan aturan unik Disney yang terkait dengan hal di atas adalah:
Mereka memiliki aturan yang menyatakan bahwa jika dua atau lebih pemeran karakter memiliki nama depan yang sama, hanya salah satu dari mereka akan diizinkan untuk tetap tinggal (atau siapa pun dipekerjakan duluan). Ini berarti orang lain dengan nama depan yang sama akan diberikan satu nama depan baru yang disediakan untuk mereka.
Tidak Ada Dunia Lain Selain Disney, pada jam kerja dan mengenakan seragam mereka, tidak ada karakter yang diperbolehkan untuk mengakui apa yang ada di luar alam semesta Disneyland. Segala yang tidak berhubungan dengan kerajaan Walt Disney. Jadi ini berarti jika kita mendekati Putri Salju dan bertanya padanya tentang hasil sepak bola terbaru, atau menanyakan The Beast apa forum favoritnya di google ini, mereka sudah wajib bersikeras mereka tidak pernah mendengar hal itu sebelumnya. Ini semua adalah upaya untuk menjaga alam keajaiban Disneylenad tetap utuh saat di dalam resor.
Gagasan berbagi informasi pribadi dengan orang-orang melalui internet adalah terbatas bagi staf Disney. Aktor dan aktris yang dipekerjakan untuk bekerja di Disneyland, dilarang keras berbicara tentang peran mereka pada media sosial apapun tentang peran mereka
Pada lapisan  manajerial,  dapat  dipertimbangkan  perbedaan preferensi  gaya  manajerial  berdasarkan  nilai  budaya,  termasuk  individu,  pencapaian  status, kebajikan  dan  pendekatan    Sangat logis untuk mengasumsikan bahwa semua perusahaan tentunya menginginkan kestabilan keuangan jangka pendek dan pertumbuhan serta kelangsungan hidup jangka panjang. Guna mencapai tujuan ini timbul keinginan untuk menggabungkan kedua tipe kepemimpinan, yakni perpaduan antara gaya kepemimpinan manajerial dan gaya kepemimpinan visioner. Untuk menjawab hal ini ada dua pilihan untuk melakukannya: Pertama, sebuah organisasi bisa memiliki dua pemimpin sekaligus, dengan menyandingkan kedua tipe kepemimpinan, dimana pemimpin visioner yang lebih memiliki bobot wewenang dan tanggung jawab.
Contoh dari duet ini terjadi di Walt Disney, yakni melalui pasangan Michael Eisner dan Frank Wells, sebagai kombinasi pemimpin yang ideal. Ketika kepemimpinan di Walt Disney diambil alih oleh mereka pada tahun 1984, Walt Disney mengalami dua kali lipat keuntungan lebih cepat hanya dalam waktu dua tahun, dan selanjutnya Walt Disney telah berubah menjadi kerajaan multi-miliar dolar.

C.    Lapisan Individu
Pada lapisan  individu,  reaksi  individu terhadap pendekatan organisasi   atas   keberagaman adalah penting untuk menciptakan lingkungan  yang  inklusif,  yaitu lingkungan  dimana  orang-orang  di  dalamnya  mempunyai kemampuan  untuk menempatkan  dirinya  ke  dalam  cara pandang  orang  lain/kelompok  lain dalam melihat dunia dengan kata lain menggunakan sudut pandang orang lain atau kelompok lain dalam memahami masalah.

D.    Konsep Bottom-Up dan Top-Down Effects
Bottom-up effects berarti memperlihatkan  contoh  perusahaan yang berhasil sehingga menjadi  contoh  yang  ditiru bagi masyarakat. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa Disney merupakan salah satu perusahaan terbesar di dunia tentu memiliki strategi, sistem manajerial, dan pengalaman luar biasa yang dapat dijadikan contoh oleh perusahaan lainnya.
Top-down effects yaitu adanya pengaruh lapisan masyarakat dan juga   kebijakan   yang   ada   mengenai   keberagaman   terhadap   pembentukan   kebijakan perusahaan  dalam  rangka  melindungi  individu  atas  praktek-praktek  diskriminasi. Ini adalah inti dari pembahasan ini, dimana awal kegagalan Disney di Perancis tanpa disadari semua berawal dari sini, yaitu budaya masyarakat Perancis itu sendiri yang bertindak sebagai konsumen (pengunjung) lokal.
Perusahaan sebaiknya melakukan riset terlebih dahulu untuk mengetahui kebiasaan dan kecenderungan orang Perancis seperti apa, setelah data masuk barulah semua itu dapat dijadikan sebagai landasan untuk menentukan kebijakan Disneyland yang beroperasi di Perancis. Masalahnya, apa yang sebelumnya di terapkan oleh manajemen di Paris merupakan kekeliruan yang sangat fatal dan berakibat buruk bagi pendapatan perusahaan di sana.
Sebagai contoh, pertama kebijakan disney untuk tidak menyediakan minuman alkohol di taman hiburan, berakibat buruk karena di Paris sudah menjadi kebiasaan untuk makan siang dengan segelas wine. Kedua asumsi bahwa hari jumat akan lebih ramai dari hari minggu, ternyata berkebalikan. Ketiga, Disney tidak menyediakan sarapan pagi berupa bacon dan telur seperti yang dinginkan oleh konsumen, tapi malah menyediakan kopi dan Croissant. Begitu juga dengan model kerja tim yang diterapkan, disney mencoba menerapakan model kerja tim yang serupa dilakukan di USA dan Jepang, yang tidak dapat diterima oleh karyawan Disney di Paris. Juga kesalahan perkiraan Disney bahwa orang Eropa akan menghabiskan waktu lama di taman mereka, ternyata keliru.
Perusahaan harus memiliki data relevan dengan cara menelusuri faktor-faktor historis, kebudayaan, yang menciptakan kecenderungan yang demikian. Baru kemudian perusahaan menyusun strategi baru agar mampu bertahan, sudah sebuah keharusan bahwa perusahaan harus mempu menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat di sana untuk mendulang kesuksesan yang telah mereka capai di US dan Jepang
Kegagalan dan kesalahan pola budaya perusahaan yang dilakukan Disney di Paris, disebabkan oleh adanya kesalahan penafsiran budaya. Disney beranggapan bahwa apa yang diterapakan dan sukses di USA dan jepang akan sukses pula di Perancis. Disney seharusnya mengadakan riset dahulu tentang bagaimana budaya orang Perancis agar pola budaya perusahaan dapat disesuaikan dengan kultur setempat dan diterapkan di Perancis. Dan setelah Disney merubah strateginya yaitu dengan merubah nama perusahaannya menjadi Disney land Paris, merubah makanan dan pakaian yang ditawarkan sesuai pola budaya setempat, harga tiket dipotong sepertiganya, terbukti jumlah pengunjung Disney di Paris mengalami kenaikan.

Keberhasilan dan Perkembangan Disneyland Paris



Image source : urlwashingtonpost.com
Disneyland Paris terus melakukan inovasi penambahan wahana baru, dengan harapan agar wisatawan tidak bosan. Kini Taman hiburan ternama ini, menambah wahana baru dengan menghadirkan permainan bertemakan film Frozen, yang sudah menjadi ikon dan digemari anak-anak di penjuru dunia.
Memasuki Disneyland Paris, kamu akan disambut oleh sebuah arcade yang menampilkan replika Patung Liberty yang merupakan hadiah dari Prancis kepada Amerika pada tahun 1886. Disneyland Paris juga merupakan satu-satunya resor Disneyland di dunia di mana kamu bisa bebas menikmati minuman beralkohol. Mencicipi kuliner Perancis dengan segelas anggur akan menjadikan tempat ini sebagai tempat paling bahagia di dunia.
Dilansir laman CNBC, Selasa (13/3) secara resmi Walt Disney Company mengumumkan investasinya untuk mengembangkan Disneyland Paris sebesar 2 miliar Euro atau setara dengan Rp 3,9 triliun. Pengembangan ini juga telah melakukan pembahasan dengan Presiden Prancis, Emmanuel Macron.
Nantinya, Disneyland Paris akan ada tiga area baru, yakni area dengan tema superhero Marvel seperti Spiderman dan Hulk, area Star Wars serta area Frozen. Seluruh wahana ini akan dirilis mulai tahun 2021 secara bertahap.
“Rencana ekspansi ini adalah salah satu proyek pengembangan paling ambisius untuk Disneyland Paris sejak dibuka pada 1992. Hal ini sekaligus menegaskan komitmen perusahaan untuk kesuksesan jangka panjang Disney di Eropa,” kata pihak Disney.

Referensi: