PT. FREEPORT INDONESIA
“Upah Pekerja”
Atik Mulyaningrum
Elia Dwi Astuti
Febriyani
Lia Oktavia
Revina
Kelompok 3
3EA31
UNIVERSITAS GUNADARMA
2019/2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. 1
BAB I: PENDAHULUAN............................................................................................................ 2
BAB II: LANDASAN TEORI..................................................................................................... 3
BAB III: KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................... 8
BAB I
PENDAHULUAN
Pada kondisi
bisnis yang penuh persaingan dewasa ini, berbisnis secara etis sekaligus
mencari laba maksimal sepertinya tidak mungkin dilakukan. Banyak pelaku bisnis
yang meninggalkan etika yaitu melakukan perbuatan-perbuatan menyimpang dari
nilai dan norma moral yang diterima umum dalam masyarakat. Sebagai contoh
misalnya melakukan kolusi dan nepotisme dengan pejabat pemerintah untuk
memenangkan lelang proyek bisnisnya. Ada keprihatinan banyak pihak akan
berkembangnya fenomena cara-cara bisnis yang tidak etis atau a-moral tersebut,
bahkan ada angapan bahwa praktik bisnis a-moral sebagai sesuatu yang sah jika
ingin meraih keuntungan yang melimpah. Nugroho (1996) menyebutkan bahwa
perkembangan bisnis yang begitu pesat seringkali memaksa pelaku bisnis demi
mengejar keuntungan bersinggungan dengan masalah etika, meskipun tanpa harus
melangar hukum dan peraturan.
Di dalam praktik
bisnis tidak ada seorang pebisnis pun yang ingin menderita rugi, karena laba
merupakan basis kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini seperti yang dinyatakan
oleh Suseno (1994) bahwa pandangan pelaku bisnis adalah prinsip ekonomi yaitu
keinginan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan pengorbanan
yang sekecil-kecilnya, yang mendorong pebisnis melakukan praktik bisnis yang
curang. Berbagai cara ditempuh untuk memperoleh keuntungan yang
sebanyak-banyaknya. Diversifikasi bisnis, usaha monopoli dan hak istimewa dari
pemerintah banyak dilakukan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
Bahkan kadang-kadang menekan biaya produksi serendah mungkin dengan mengabaikan
hak-hak pekerja, jaminan sosial, keselamatan kerja dan ketentuan upah minimum.
Oleh karena itu penerapan konsep bisnis yang berorientasi pada
kesejahteraan
masyarakat tampak masih jauh dari harapan. Masalah yang muncul,
sudah begitu
parahkah praktik dunia bisnis kita?.
Latar
Belakang Masalah
Ada pernyataan kuat bahwa telah
terjadi distori etika dan pelanggaran kemanusiaan yang hebat di Papua. Martabat
manusia yang seharusnya dijunjung tinggi, peradaban dan kebudayaan sampai mata
rantai penghidupan jelas dilanggar. Itu adalah fakta keteledoran pemerintah
yang sangat berat karena selama ini bersikap underestimate kepada rakyat Papua.
Gagasan yang menyatakan mendapatkan kesejahteraan dengan intensifikasi nyatanya
gagal.
Ironisnya, dua kali pekerja Freeport
melakukan aksi mogok kerja sejak Juli untuk menuntut hak normatifnya soal
diskriminasi gaji, namun dua kali pula harus beradu otot. Keuntungan ekonomi
yang dibayangkan tidak seperti yang dijanjikan, sebaliknya kondisi lingkungan
dan masyarakat di sekitar lokasi pertambangan terus memburuk dan menuai protes
akibat berbagai pelanggaran hukum dan HAM.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Etika
Etika berasal dari kata Yunani Kuno: “ethikos“, berarti “timbul dari
kebiasaan”. Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau
kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika
mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan
tanggung jawab.
Pengertian Bisnis
Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau
jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara
historis kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang
berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam
artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta,
bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para
pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai
dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis
mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan
meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang
bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras
dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh
pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.
Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup
seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat.
Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku
karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan
pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni
bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan
mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk
manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan
sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang
profesional.
Definisi Etika Bisnis Menurut Beberapa Ahli :
- Velasquez (2005) mengatakan bahwa Etika bisnis
merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini
berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan,
institusi, dan perilaku bisnis.
- Bertens (2000) mengatakan bahwa etika bisnis
dalam bahasa Inggris disebut business ethics. Dalam bahasa Belanda dipakai nama
bedrijfsethick (etika perusahaan) dan dalam bahasa Jerman Unternehmensethik
(etika usaha). Cukup dekat dengan itu dalam bahasa Inggris kadang-kadang
dipakai corporate ethics (etika korporasi). Narasi lain adalah “etika ekonomis”
atau”etika ekonomi” (jarang dalam bahasa Inggris economic ethics; lebih banyak
dalam bahasa Jerman Wirtschaftsethik). Ditemukan juga nama management ethics
atau managerial ethics (etika manajemen) atau organization ethics (etika
organisasi).
- Yosephus (2010) mengatakan bahwa Etika Bisnis
secara hakiki merupakan Applied Ethics (etika terapan). Di sini, etika bisnis
merupakan wilayah penerapan prinsip-prinsip moral umum pada wilayah tindak
manusia di bidang ekonomi, khususnya bisnis. Jadi, secara hakiki sasaran etika
bisnis adalah perilaku moral pebisnis yang berkegiatan ekonomi.
- Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya
di Advance Managemen Journal (1988), memberikan tiga pendekatan dasar dalam
merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
- Utilitarian Approach : setiap tindakan harus
didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang
seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya
kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya
serendah-rendahnya.
- Individual Rights Approach : setiap orang dalam
tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun
tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan
akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
- Justice Approach : para pembuat keputusan
mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada
pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
Moral Manajemen
Tingkatan tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika
atau moralitas dalam bisnis adalah moral manajemen. Dalam moral manajemen,
nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level standar tertinggi dari
segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe
ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa
meletakkan prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang
termasuk dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya
jika bisnis yang dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang
ada dalam komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi
hukum yang berlaku. Hukum bagi mereka dilihat sebagai minimum etika yang harus
mereka patuhi, sehingga aktifitas dan tujuan bisnisnya akan diarahkan untuk
melebihi dari apa yang disebut sebagai tuntutan hukum. Manajer yang bermoral
selalu melihat dan menggunakan prinsip-prinsip etika seperti, keadilan,
kebenaran, dan aturan-aturan emas (golden rule) sebagai pedoman dalam segala
keputusan bisnis yang diambilnya.
Immoral Manajemen
Immoral manajemen merupakan tingkatan terendah
dari model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer
yang memiliki manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak mengindahkan
apa yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal organisasinya maupun
bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Para pelaku bisnis yang
tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan
kelengahan-kelengahan dalam komunitas untuk kepentingan dan keuntungan diri
sendiri, baik secara individu atau kelompok mereka. Kelompok manajemen ini
selalu menghindari diri dari yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai
batu sandungan dalam menjalankan bisnisnya.
Contoh
kasus moral manajemen :
Analisis
Permasalahan
PT Freeport Indonesia merupakan
jenis perusahaan multinasional (MNC), yaitu perusahaan internasional atau
transnasional yang berpusat di satu negara tetapi cabang ada di berbagai negara
maju dan berkembang.
Mogoknya hammpir seluruh pekerja PT
Freeport Indonesia disebabkan karena perbedaan indeks standar gaji yang
diterapkan oleh manajemen pada operasional Freeport diseluruh dunia. Pekerja
Freeport di Indonesia diketahui mendapatkan gaji lebih rendah dari pada pekerja
Freeport di negara lain untuk level jabatan yang sama. Gaji sekarang perjam USD
1.5-USD 3. Padahal, dibandingkan gaji di negara lain mencapai USD 15-USD 35
perjam. Sejauh ini, perundingannya masih menemui jalan buntu. Manajemen
Freeport bersikeras menolak tuntutan pekerja, entah apa dasar pertimbangannya.
Biaya CSR kepada sedikit rakyat
Papua digembor0gemborkan itu pun tidak seberapa karena tidak mencapai 1 persen
keuntungan bersih PT FI. Malah rakyat Papua membayar lebih mahal karena harus
menanggung akibat berupa kerusakan alam serta punahnya habitat Papua yang tidak
ternilai itu. Biaya reklamasi tersebut tidak akan bisa dditanggung generasi
Papua sampai tujuh turunan.
Umumnya korporasi berasal dari AS,
pekerja adalah bagian dari aset perusahaan. Menjaga hubungan baik dengan
pekerja adalah suatu keharusan. Sebab, di situlah terjadi hubungan mutualisme
satu dengan yang lain. Perusahaan membutuhkan dedikasi dan loyalitas agar
produksi semakin baik, sementara pekerja membutuhkan komitmen manajemen dalam
hal pemberian gaji yang layak.
Pemerintah dalam hal ini pantas
malu. Sebab, hadirnya MNC di Indonesia terbukti tidak memberikan teladan untuk
menghindari perselisihan soal normatif yang sangat mendasar. Kebijakan dengan
memberikan diskresi luar biasa kepada PT FI, privilege berlebihan, ternyata
hanya sia-sia.
3. Penyelesaian Masalah yang
dilakukan PT Freeport Indonesia
Juru bicara PT Freeport Indonesia,
Ramdani sirait, mengatakan bahwa manajemen perusahaan PTFI akan berkomunikasi
dengan Serikat Pekerja Seluruh indonesia (SPSI) demi mengantisipasi ancaman
aksi mogok yang dilakukan pekerja. Karena isu aksi mogok tersebut terkait
rencana pemutusan hubungan kerja terhadap tiga orang karyawan PTFI yang
melakukan intimidasi fisik kepada karyawan lainnya.
Ia menyebutkan, terhadap intimidasi
fisik yang memenuhi ketentuan PHI (Pedoman Hubungan Industrial) Perjanjian
Kerja Bersama (PKB) sebagaimana kasus tiga karyawan yang melakukan intimidasi
fisik, diproses berdasarkan ketentuan PHI-PKB.
Pasal-pasal yang tercantum dalam PKB
tersebut sudah mengakomodasi aspirasi pekerja. Salah satunya adalah adanya
kenaikan upah pokok sebesar 40 persen dalam 2 tahun.” Angka ini jauh di atas
ketentuan rata-rata kenaikan upah pokok nasional sebesar 10-11 persen per
tahun,” sambung dia.
Sebagai upaya mencegah hal-hal yang
tidak diinginkan pada perusahaan, perusahaan sudah membentuk Crisis Management
Committee. Yaitu guna menciptakan lingkungan kerja yang damai dan harmonis,
PTFI dan pimpinan SPSI PTFI pun telah membentuk Crisis Management Committee.
4. Undang-undang yang telah di Langgar
·
PT
Freeport Indonesia telah melanggar hak-hak dari buruh Indonesia (HAM) berdasarkan
UU No. 13/2003 tentang mogok kerja sah dilakukan. PT Freeport Indonesia telah
melanggar pasal:
1.
Pasal
139: “Pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan
yang melayani kepentingan umum dan atau perusahaan yang jenis kegiatannya
membahayakan keselamatan jiwa manusia diatur sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu kepentingan umum dan atau membahayakan keselamatan orang lain”.
2.
Pasal
140: (1) “Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok
kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib
memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan setempat”. (2) Pemberitahuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 (satu) sekurang-kurangnya memuat: (i) Waktu (hari,
tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja. (ii) Tempat mogok
kerja. (iii) Alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja. (iv)
Tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris
serikat pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja. (3) Dalam
hal mogok kerja akan dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota
serikat pekerja/serikat buruh, maka pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) ditandatangani oleh perwakilan pekerja/buruh yang ditunjuk sebagai
koordinator dan/atau penanggung jawab mogok kerja. (4) Dalam hal mogok kerja
dilakukan tidak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka demi menyelamat kan
alat produksi dan aset perusahaan, pengusaha dapat mengambil tindakan sementara
dengan cara: (i) Melarang para pekerja/buruh yang mogok kerja berada dilokasi
kegiatan proses produksi, atau (ii) Bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh
yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan.
·
Pasal
22: “Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas memilih pekerjaan,
berhak akan terlaksananya hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya yang sangat
doperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya, melalui usaha-usaha
nasional maupun kerjasama internasional, dan sesuai dengan pengaturan sumber
daya setiap negara”
·
PT
Freeport Indonesia melanggar UU No. 11/1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan yang sudah diubah dengan UU No. 4/2009.
·
Selain
bertentangan dengan PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi
Hutan, telah terjadi bukti paradoksal sikap Freeport.
Kestabilan siklus operasional
Freeport, diakui atau tidak, adalah barometer penting kestabilan politik koloni
Papua. Induksi ekonomi yang terjadi dari berputarnya mesin anak korporasi
raksasa Freeport-McMoran tersebut di kawasan Papua memiliki magnitude luar
biasa terhadap pergerakan ekonomi kawasan, nasional, bahkan global.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat
disimpulkan bahwa PT Freeport Indonesia telah melanggar etika bisnis dan
melanggar undang-undang. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat
semua manusia itu sama. Karena hak sangat cocok dengan suasana pemikiran
demokratis. PT Freeport Indonesia sangat tidak etis dimana kewajiban terhadap
para karyawan tidak terpenuhi karena gaji yang diterima tidak layak
dibandingkan dengan pekerja Freeport di Negara lain. Padahal PT Freeport
Indonesia merupakan tambang emas dengan kualitas emas terbaik di dunia.
Saran
Sebaiknya pemerintah Indonesia cepat
menanggapi masalah ini dan cepat menanggulangi permasalahan PT Freeport
Indonesia. Karena begitu banyak SDA yang ada di Papua, tetapi masyarakat Papua
khususnya dan Negara Indonesia tidak menikmati hasil dari kekayaan alam di
Papua. Jangan sampai Amerika mendapatkan semakin banyak untung dari kekayaan
yang dimiliki oleh Negara kita sendiri.
Referensi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar